Tanpa Peningkatan Teknologi Pengolahan, Impor Garam Tetap Tinggi

19-10-2016 / KOMISI IV

Anggota komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin meraasa kecewa atas meningkatnya jumlah impor garam tahun ini dari tahun sebelumnya. Ia sangat menyayangkan hal tersebut, karena sesungguhnya bila ada kemauan keras dari pemerintah, maka potensi pemenuhan garam baik garam konsumsi maupun garam industri Indonesia dapat terpenuhi, bahkan memiliki potensi ekspor.

 

Menurut Akmal, agar Regulasi garam bisa sampai pada titik swasembada garam, memerlukan harmonisasi 4 kementerian, yakni Kementerian Kelautan Perikanan, Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Masing-masing Kementerian harus saling mendukung, mulai dari pembinaan petani garam agar kualitas produksinya baik,  pembinaan pabrik-pabrik garam oleh kementerian perindustrian, penyerapan besar-besar garam petani oleh PT. Garam selaku BUMN, dan pengendalian harga oleh kementerian perdagangan.

 

“Jumlah impor garam kian meningkat tahun ini, belum ada perbaikan dalam tata kelola garam oleh negara, apalagi  hingga mencapai tahap menghentikan impor garam. Ini menunjukkan, pemerintah belum mengeluarkan kekuatannya untuk serius mengelola garam dengan teknologi yang baik hingga memenuhi kualitas kebutuhan garam industri maupun konsumsi,” ucap Akmal.

 

Impor garam dari luar ke Indonesia, dari bulan ke bulan didominasi oleh Australia dan India, lanjutnya. Diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan maret 2016, impor garam Indonesia senilai US$ 11,4 juta dengan jumlah garam seberat 276.299 ton.  Negara yang memasukkan garam ke Indonesia pada waktu itu antara lain Australia, India, Selandia Baru, Inggris, Singapura, dan negara lainnya.

 

Tahun ini negara China terlihat signifikan memasukkan garam ke Indonesia, dengan total 1,4 juta ton garam senilai US$ 57,3 juta. China memasok garam terbesar ke empat setelah Australia, India, dan Selandia Baru.

 

“Dari Periode yang sama, Januari - September, antara 2015 dan 2016, impor garam sudah meningkat 200 ribu ton,” jelasnya.

 

Akmal juga mengatakan, persoalan memenuhi pasokan garam tidak sesulit memenuhi kebutuhan komoditas lain seperti padi, gula, jagung, singkong dan lain sebagainya, yang menghadapi konflik tumpang tindih lahan.

 

“Persoalan garam relatif tidak ada masalah lahan seperti komoditas pertanian. Jadi alasan hingga saat ini garam masih berpolemik adalah masalah kemauan saja,” tandas politisi F-PKS itu.

 

Ia berharap pemerintah mulai berpikir dan bekerja untuk mencapai swasembada garam, baik garam konsumsi maupun industri. Bentangan pantai Indonesia sangat panjang, sangat wajar bila negara Indonesia mampu mencapai swasembada garam.

 

“Dengan garis pantai sepanjang ini, sangat aneh bila negara ini tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi garam dalam negeri,” pungkasnya. (dep), foto : andri/hr.

BERITA TERKAIT
Stok Beras Melimpah tapi Harga Tetap Mahal, Daniel Johan: Sangat Ironi!
15-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Belum lama ini Ombudsman RI yang mengungkap temuan adanya tumpukan beras impor tahun 2024 lalu yang sebagian...
Komisi IV Dorong Peningkatan Fasilitas dan Infrastruktur di PPI Tanjung Limau Bontang
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi IV DPR RI mendorong peningkatan fasilitas dan infrastruktur di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tanjung Limau, Kota...
Maros Strategis sebagai Sentra Produksi Beras Nasional
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Maros - Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Haryadi menegaskan bahwa Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Maros, memegang peran...
Pupuk Kaltim Diminta Maksimalkan Manfaat untuk Petani Lokal dan Penyuluh
12-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Bontang - Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, meminta PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) untuk meningkatkan kontribusi langsung bagi...